Formasi lengkap The Tirtalaksana's |
Orang-orang tua dulu sering bilang kalau jodoh itu jorok, bisa ketemu kapan saja, dimana saja, dan dalam kondisi apa saja baik dalam kondisi bagus atau bahkan saat kamu berada di situasi yang paling malu-maluin
...ihh apa pula itu, ujar saya nggak setuju.
Beneran, saya benar-benar nggak setuju dengan pernyataan para orangtua itu, karena menurut saya jodoh yang dekat banget dengan kata cinta adalah hal yang harus diperjuangkan dengan sangat-sangat berat terutama bila menghadapi rintangan segede gunung, maka kita harus sanggup memindahkan gunung tersebut (hufft lebay)
..ya deh nggak lebaynya itu artinya untuk urusan cinta bin (atau binti) jodoh harus diusahakan dengan sangat..sangat serius.
Tapi itu dulu, sekarang saya yang memang sudah berangkat tua, mulai tahu kalau pernyataan orang-orang itu benar adanya.
Heheheheh..lah gimana ceritanya kok elu jadi ikutan setuju ma orang-orang tua itu..nggak karena gara-gara mulai muncul kerutan halus di sudut mata lu kan?kata temen saya sambil nyindir nyinyir.
Hahahahah ya enggak gara-gara kerutan di mata lah, ini karena gua sudah mengalaminya..kata saya pede sambil mulai duduk bersila siap-siap bercerita.
Saya a.k.a Chandra Dewi, layaknya pemuda pemudi harapan bangsa Indonesia Raya ini, sepanjang hidupnya tentulah mengalami berbagai cobaan cinta (jiahh istilahnya).
Dari sejak ngerti kalau antara lelaki dan perempuan bisa timbul rasa hingga kira-kira berumur 28 tahun, saya berkali-kali mengalami yang namanya putus cinta. Lantaran merasa tak pernah main-main (maksudnya sejak ditasbihkan jadi perempuan dewasa alias diatas 18 tahun (soalnya menurut UU perlindungan anak yang disebut anak itu berusia antara 0-18 tahun), saya berkali-kali dikecewakan sama produk hasil panah cupid itu, lantaran lagi-lagi saya tak berjodoh dengan lelaki yang saat itu menjadi pacar (sekarang mantan dong) saya.
Ada yang putus karena saya diselingkuhi padahal kami sudah tukar cincin, ada juga yang putus hanya karena hal sepele padahal saya sudah bertahun-tahun pacaran sampai kenal seluruh keluarganya dan yakin kalau ia akan menjadi suami saya dalam waktu dekat.
Pokoknya jatuh bangunnya saya dalam cinta benar-benar dahsyat sampai akhirnya saat terakhir kali putus dengan pacar, karena kesal banget dan saya langsung berbicara serius dengan orangtua saya soal ini.
Saya waktu itu menyatakan dengan tegas bahwa saya malas mencari pacar apalagi pacaran, bahkan kalaupun yang namanya suami itu harus dicari saya sudah menyatakan menyerah kalah.
"Kalau disuruh cari nggak mau, pokoknya nggak mauuuuuuu" ujar saya ngotot pake bersumpah segala di depan orangtua yang waktu itu cuma berlinangan air mata (yang ini nggak lebay karena orangtua saya tahu untuk urusan mencari jodoh dan menjalin hubungan dengan lelaki saya selalu serius makanya mereka juga tahu kalau sumpah saya juga very serious).
Lantaran sudah bersumpah, saya benar-benar nggak peduli apalagi main hati dengan lelaki.
Kalaupun ada yang mendekati semua saya anggap teman saja, kali ini saya benar-benar tak mau rugi (lagi) untuk kesekian kalinya.
Maklum beberapa episode pacaran saya yang terakhir saya jalani secara jarak jauh, beda provinsi bahkan pernah beda pulau.
Tak heran kalau pulsa saya kerap terkuras, sama dengan terkurasnya dompet saya karena saat libur sebulan sekali saya menyempatkan diri untuk mengunjungi rumah orangtua pacar (pacar juga tinggal disitu-red) yang sudah saya anggap orangtua sendiri.
Sudah gitu yang bikin nyesek akhirnya kok putus juga dengan kondisi yang tak mengenakkan (emang ada putus yang mengenakkan?hehehehehehhe).
Eh tapi bukan hanya rugi materil yang saya maksudkan, tapi kerugian yang paling terasa ya rugi hati...misalnya piring yang pecah solusinya ya bisa beli lagi...lah kalau hati pecah cari toko hatinya dimana?kalaupun direkatkan kembali pakai lemnya apa?
Lagipula kalau hati bisa bisa di-lem, saya yakin retakan-retakan itu akan tetap ada sampai kapanpun. Atas dasar pertimbangan tak mau sakit hati lagi, maka saya dengan mantap dan tak berada dalam tekanan pihak manapun menyatakan "puasa cinta" xixixixixi.
Selagi saya "menikmati" masa-masa "puasa cinta" itu, tanpa saya sadari tangan-tangan Tuhan sedang bekerja melalui doa orangtua.
Saya yang cuek bebek rupanya sedang dipersiapkan untuk bertemu dengan prince charming saya yang kali ini tak naik kuda seperti pengeran-pangeran di dunia dongeng tapi naik motor bebek (kelak setelah menikah ganti jadi motor gede lantaran motor bebeknya sudah kesempitan akibat anggota keluarganya bertambah dalam waktu singkat hehehehehhe).
Prince charming yang saya maksud ya suami saya sekarang ini yang pertemuan saya dengannya sampai saat ini benar-benar membuat saya kagum lantaran ajaib dan unik.
Kenapa unik...soalnya kami berdua belum pernah saling atau salah satu menyatakan cinta layaknya pasangan lain.
Saya dan suami sejak awal hingga sekarang kerap merasa kalau kami berteman dan bersahabat (sssttt..makanya sampai sekarang kalau nggak ada anak-anak saya lebih suka memanggil suami dengan sebutan coy..cui..boi..atau panggilan sobat lainnya).
Makanya kami kerap bercanda kalau kami ini "teman tapi mesra".
Lah kalau belum menyatakan cinta kok bisa menikah?...hehehe itulah uniknya bila tangan-tangan Tuhan sudah bekerja hal yang tak mungkin bisa menjadi mungkin kan?.
Mau tahu kisahnya..begini nih.
Saya dan suami tak pernah menyangka bisa menikah karena sejak awal kami "nothing too loose" dengan yang namanya cinta makanya tak pernah ada satupun dari kami yang menyatakan cinta.
Kami bertemu karena setiap hari memang liputan bersama tapi tak pernah tuh ngebahas cinta layaknya orang yang pacaran.
Kalau lagi bareng kerjaan kami berdua ya cuma liputan. Paling kalau ada yang diobrolin ya soal materi liputan atau kelakuan pejabat pemerintahan yang ribet bin aneh.
Bingung ya dari tadi ngomongin liputan mulu, mang situ wartawan yak?
heheheheh maaf saya lupa cerita. Saya dan suami sama-sama wartawan di dua media lokal yang berbeda di Provinsi Banten.
Kami berdua bertemu saat sama-sama liputan.
Saya yang sudah lebih dulu liputan disitu, sedangkan suami semula liputan di sebuah koran nasional khusus desk kriminal, namun pulang kampung lantaran ingin lebih dekat dengan orangtuanya.
Lalu gimana awal mulanya kok bisa ketemu...ya standar lah, suami saya yang "anak baru" saat itu mengirimkan pesan singkat ke telepon selular rekan wartawan lokal yang saat itu sedang liputan sama saya.
Kawan saya itu kemudian meminta suami saya menemuinya di lokasi tempat saya dan kawan saya liputan sehingga singkat cerita hari itu kami bertemu sekilas.
Kenapa sekilas, soalnya saya sudah selesai wawancara sementara suami baru sampai ke lokasi wawancara.
Makanya kami waktu itu cuma sempat salaman tapi 5 menit sehingga saya lupa nama plus tampangnya karena yang saya ingat hanya media tempat suami saya bekerja.
Walhasil sejak bertemu pertama kali hingga pertemuan-pertemuan sekilas selanjutnya (aneh karena sejak ketemu sampai beberapa kali kami nggak pernah bisa wawancara bareng or liputan bareng selalu ada salah satu yang ketinggalan, kalau nggak saya ya suami) saya benar-benar nggak bisa mengenal suami saya secara mendalam..
Tapi itulah, lagi-lagi kondisi hasil skenario Tuhan mempertemukan kami, saya untuk diketahui adalah wartawan paling aneh sedunia karena nggak bisa mengendarai motor apalagi mobil.
Makanya saya akan sangat senang kalau ada teman wartawan yang bisa ditebengi. Bermodal senyuman manis saya yang kemana-mana selain meneteng tas perlengkapan tempur isi laptop, kamera, notes, dan pulpen juga menenteng-nenteng si bulat manis pelindung kepala (maksudnya helm) yang saya pakai sebagai modal nebeng ke teman wartawan lain yang mayoritas lelaki.
Saya bawa helm untuk mengantisipasi teman yang nggak mau ditebengi dengan alasan nggak punya helm cadangan dan malu ditilang polisi (hahahahaha ini siasat dan jurus andalan anti ditolak nebeng hasil inovasi saya loh).
Tapi suatu hari kalau tak salah ingat di tahun 2006 setelah hari-hari liputan yang melelahkan pasca tragedi penembakan warga oleh polisi hutan di Taman Nasional Ujung Kulon, di hari Jumat jelang satu hari libur besarnya wartawan lokal, saya dan suami bertemu dengan suasana yang lebih nyaman.
Lokasi pertemuan kami adalah di pendopo Pemda Pandeglang tepat di bawah pohon besar yang kerap dijadikan lokasi duduk-duduk oleh pegawai maupun wartawan yang melepas lelah usai panas-panas liputan.
Saat itu saya akhirnya tahu bila nama lengkap suami adalah Mardiana Tirtalaksana hehehe maklum saya selama ini memanggil Ryan biar simpel.
Lucunya saya saat itu tak ingat persis wajah suami..yang saya inget hanya matanya yang sipit (saya sempat menyangka bila suami keturunan Tionghoa), rambutnya yang gondrong, serta gantungan kunci kepala Che Guevara yang nyangkol dengan manisnya di tas kecilnya yang berisi notes.
Saya yang siang itu ngobrol ngalor ngidul dengan dia (ehmm) entah kenapa merasa seperti bertemu sahabat lama..kami seolah pernah kenal bertahun-tahun sebelumnya (ssssttt satu lagi yang saya ingat dari suami adalah bau alami badannya yang enak banget antara campuran pewangi pakaian hasil cucian ibunya, bau tembakau, dan bau shampoo atau mungkin deodorat yang yang saya nggak ngerti apa merknya).
Yang jelas saya merasa nyaman duduk mengobrol dengan lelaki sipit yang kerap mengenakan pakaian warna hitam-hitam itu.
Dari obrolan soal liputan Ujung Kulon hingga aktivitas kami di kampus dulu, suami tiba-tiba mengajak saya menemaninya kondangan, kebetulan "abangnya" di organisasi kala ia masih di kampus, menikah. Tanpa pikir panjang saya mengiyakan tanpa ada harapan apapun.
"Lumayan lah refresing kan udah lama gua nggak liburan, sekalian pulangnya minta dianterin ke toko buku," ujar otak saya yang kala itu malah langsung me-list daftar buku yang hendak saya beli sepulang kondangan, maklum saya maniak buku.
Maka berbekal janji di bawah pohon,kami pun bertemu keesokan harinya untuk kondangan walaupun pada akhirnya batal karena nenek suami meninggal.
Tapi sejak janjian kondangan itu, kami liputan berdua kemana-mana bersama. We become a dynamic duo, bagai Batman dan Robin, bagai Teuku Umar dan Cut Nyak Dien, bagai penumpang dan tukang ojeknya (hehehhehe upsss becanda ;p).
Tapi momen-monen itu lagi..lagi tak membuat salah satu diantara kami yang mengutarakan cinta.
Terutama saya yang masih "trauma" dan sedang menjalani tapa brata cinta (hehehehhehe) tak mau ambil risiko hati saya yang sudah retak-retak ini kembali pecah bekeping-keping (bayangin gimana kalau pecahannya kecil-kecil kan repot nyatuinnya uhhh rempong deh cin) hanya gara-gara jatuh cinta (lagi).
Lagi pula, entah kenapa, saya tak punya minat pacaran walaupun saya merasa nyaman dengan si Ryan yang belakangan saya gelari dengan sebutan Arab Hongkong.
Maka kamipun menjalani masa-masa pertemanan bersama tanpa ada ikatan selama kurang lebih enam bulan.
Oh ya sekedar mengingatkan ada peristiwa lucu kenapa saya menggelari suami dengan sebutan Arab Hongkong. Begini dialognya :
#lokasi : Kantin di salah satu kantor pemerintahan sekira pukul 13.00 WIB#
#Setting : suasana makan siang antara Dewi (D) dengan Ryan (R)#
(D) : Cuy (sambil menyuapkan sesendok penuh nasi plus gudeg ayam dan perkedel jagung) lo waktu kuliah ngambil jurusan apa?komunikasi?kok bisa jadi wartawan sih?
(R) : (Sambil nyengir) enggak..gua jurusan Sastra Arab
(D) : Ohh..ngapain lo ngambil jurusan itu...emang lo mau ke Arab gitu cita-citanya?(kali ini sambil nyeruput teh tawar anget lantaran tenggorokan seret akibat maruk nelen bakwan jagung plus nasi plus gudeg).
(R) : (Sambil senyum-senyum dan ngudek-ngudek nasi dengan lauk rendang hati sapi plus gudeg) hehehe lo tahu nggak gua ngambil jurusan Bahasa Arab soalnya..gua ini sebenernya keturunan Arab loh dari bapak gua....buktinya nih lihat hidung gua mancung (ketawa sambil ngelirik hidung saya yang pesek yang lirikannya saya asumsikan sebagai perilaku menyindir)
(D) : Haahhhh....$#@***^^>>+&%%# ...?Arab darimana lu, Arab Hongkong sih iya cuy, secara mana ada Arab sipit kayak elu (berkata setengah teriak lantaran protes sambil menunjukkan wajah tak karu-karuan karena mulut penuh dengan nasi gudeg tapi berusaha ngomong plus nahan ketawa sementara hati heran banget soalnya mikir hidung mancung itu similar alias sejenis nggak ya dengan hidung gede).
Belum lagi denger jawaban aneh mosok ngambil jurusan kuliah lantaran hidung heheheheheh).
Maka sejak saat itu, resmilah Ryan mendapatkan gelar kehormatan dari saya yaitu si Arab Hongkong.
Kembali ke soal jodoh, kebersamaan saya dan si Arab Hongkong itu tak terasa sudah 6 bulanan. Saya yang sejak awal nggak serius (ini pertama kali dalam hidup saya sebagai perempuan dewasa saya tak serius soal hati) shock karena si Arab Hongkong tiba-tiba menyatakan hendak melamar saya.
Tweengg...saya kaget nggak nyangka walaupun lama...lama sadar kalau si Arab Hongkong ini yang saya tunggu sekian lama yang tanpa saya sadar sejak kecil sudah saya lukis sosoknya di benak saya karena setiap bapak atau ibu saya bertanya saya ingin punya suami seperti apa selalu saya jawab yang rambutnya gondrong (soal ini saya kayaknya kebanyakan nonton film tarzan dan film Indian dimana lelaki-lelaki di film itu kebanyakan berambut gondrong).
Selain itu, saya ingat-ingat hampir mayoritas pacar saya matanya sipit hehehehehe (saya penggemar lelaki lokal asia).
Selain itu, si Arab Hongkong ini entah kenapa bisa menghandle saya dengan gayanya yang cool, yang bikin saya yang biasanya menderu-deru seperti mobil balap menjadi lebih "pelan" untuk menyadari adakalanya memperlambat laju bisa menyenangkan karena bisa merasakan hembusan angin sepoi-sepoi dan pemandangan indah di sekeliling.
Tak heran sepanjang liputan bareng (saya enggan menyebutnya pacaran karena selama bersama kami tak pernah membahas cinta-cinta atau gimana kalau menikah dll ala ABG zaman sekarang yang dikit-dikit galau asmara) saya dan si Arab Hongkong ini tak pernah bertengkar hebat, apalagi selama bersama saya memang tak pernah memposisikan diri sebagai pacarnya sehingga saya merasa tak punya hak untuk marah atau keberatan dengan apapun yang ia lakukan atau begitu juga sebaliknya atau istilahnya bebas-bebas saja.
Maka saat lamaran tiba, keajaiban pun lagi-lagi diperlihatkan Tuhan. Orangtua si Arab Hongkong dan orangtua saya ternyata berteman, maklum sama-sama abdi negara pelayan masyarakat.
Anehnya tak pernah ada upaya menjodohkan kami.
Adik si Arab Hongkongpun ternyata kuliah di kota yang sama dengan saya dan si Arab Hongkong pun kerap mengunjungi adiknya tapi kami tak pernah sekalipun satu bus atau minimal papasan di terminal.
Selain itu, kami yang hampir 20 tahunan satu kota bahkan tak pernah bertemu sama sekali walaupun sebenarnya berada di satu momen yang sama misalnya saat shalat Idul Fitri atau hari besar keagamaan lainnya.
Persis seperti sinetron, saya yakin kami berdua pernah berada di satu frame yang sama berkali-kali walaupun tak pernah saling menyadari.
Pada titik ini saya menyadari kebenaran perkataan orang-orang tua dulu soal jodoh itu jorok yaitu bertemu dimana saja disaat kapanpun dalam kondisi apapun.
Buktinya, saya yang tak pernah menyangka akan bertemu dengan si Arab Hongkong saat saya sudah imun terhadap cinta dan pernikahan tahu-tahu bersanding dengannya di pelaminan.
Saya yang alergi sama yang namanya cinta lantaran hatinya sudah retak parah, entah kenapa langsung mengiyakan saat si Arab Hongkong datang melamar bersama orangtuanya.
Saya yang semula apatis bisa bersuami tiba-tiba sekarang saat bangun malam menyadari ada sesosok tubuh tertidur pulas di sebelah saya.(sambil ngorok heuhehhe).
Pendek kata, karunia memiliki keluarga seperti saat ini tak pernah saya bayangkan di alam sadar saya, walaupun diam-diam tertanam kuat di alam bawah sadar saya dan kemudian didorong doa tulus orangtua hingga Allah SWT berkenan mengulurkan tangannya.
Meminjam istilah Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi..langit mendengar doa orangtua saya dan doa alam bawah sadar saya yang melukisan sosok pangeran yang saya idam-idamkan dan kemudian mencurahkan semuanya tepat pada waktunya dengan cara yang indah lantaran misteriusnya.
Berliku-liku, melewati sejumlah hati hingga saat bertemu hati saya maupun hati si Arab Hongkong sama-sama sudah terlatih melewati perihnya sembilu cinta, menahan gempuran amarah akibat rasa ingin memiliki, maupun kegamangan akibat gejolak masa muda ;p.
Kalau sudah begini, kadang saya menyesal kenapa pakai pacaran, toh saya juga akhirnya bertemu jodoh dengan orang yang paling tak pernah saya pikirkan untuk menjadi jodoh saya.
Suami saya si Arab Hongkong kalau saya tanya soal ini juga menjawab hal yang sama.
Ia juga ternyata baru putus dengan pacar yang ia sangat harapkan bisa menjadi istrinya sebelum akhirnya bertemu saya.
Pokoknya kalau dipikir menggunakan nalar, perjalanan cinta saya dengan si Arab Hongkong seperti mimpi.
Bahkan kami yang saat ini sudah dikaruniai dua buah hati (Wildan Syarifudin Sajid 2 tahun, dan Aiesha Akela Ishana 6 bulan), masih kami kerap dibuat tak percaya kalau kami bisa bertemu bahkan bisa menghasilkan dua anak xixixixixi.
Semuanya serasa baru kemarin, padahal empat tahun sudah berlalu. Kami berdua yang semula langsing-langsing sekarang sudah langsung. Kami yang semula cuma dua wartawan muda sekarang mulai menua walaupun masih juga jadi wartawan (hehehehe).
Namun satu yang saya ingat soal berjodoh dengan si Arab Hongkong adalah perkataan mantan pacar yang pernah mempertanyakan kenapa saya tak menikah dengan seorang santri.
Kata mantan pacar saya, dalam percakapan dengan saya di satu sore di kawasan ponpes Daarut Tauhid Gegerkalong Bandung sepulang kami memesan tempat untuk calon ibu mertua saya yang akan datang ke Bandung bersama kelompok majelis taklimnya. Waktu itu saya yang kuliah di sebuah perguruan tinggi Islam milik swasta di Bandung kata mantan pacar semestinya berpacaran atau menikah saja dengan seorang santri agar lebih nyambung.
Saya waktu itu cuma sedikit marah kenapa ia bertanya seperti itu padahal status saya masih berpacaran dengan ia.
Tapi pas sudah bertemu si Arab Hongkong, saya menyadari ucapan mantan pacar itu doa, karena sebelum kuliah di UIN suami saya mondok jadi santri di sebuah ponpes modern di Kabupaten Lebak-red).
Peristiwa itu mungkin salah satu cara Tuhan untuk memberitahu saya perihal jodoh saya, hanya waktu itu saya tak serius mendengar.(masih agak budeg saya-nya)
Dengan pengalaman ini saya juga makin sadar bila jodoh sesuai janji Allah SWT sudah ditetapkan dan akan indah pada waktunya.
Kita sebagai manusia hanya perlu bersabar hingga bisa bertemu dengan jodoh kita.
Berkaca pada kondisi ini saya jadi ingat cerita dan kepercayaan bangsa Cina yang pernah saya dengar dari orang-orang tua Cina yang tinggal di kampung ibu saya di selatan Jawa Tengah dimana setiap manusia sudah diikatkan di jari kelingkingnya seutas benang merah jodoh.
Benang itu tersambung pada jari kelingking jodohnya. Namun panjang benang itu berbeda-beda, ada yang panjang, sedang hingga pendek.
Ada pula yang berputar-putar dengan ruwetnya sehingga terkadang bertalian dengan benang orang yang bukan jodohnya seperti benang merah milik saya.
Namun ada pula yang pendek dan langsung tersambung dengan cepat kepada si pemilik hati.
Tapi berapa panjang atau ruwetnya benang merah jodoh itu, kelak pemilik dua kelingking itu pasti akan bertemu lantaran ada proses tarik menarik diantara dua pemilik benang.
Jadi kalau sekarang "benang merah jodoh" Anda belum tersambung dengan orang yang jadi jodoh Anda, nikmati saja, rasakan nanti sensasi kejutan saat si pemilik benang merah Anda tiba-tiba merenggut benang itu dimana saja Anda berada dan dalam kondisi apapun Anda dan dengan penuh cinta berka berkata
"Maukah kamu menghabiskan masa hidupmu denganku dan menjalani hidup ini semata-mata demi cinta terhadap keluarga kita dan Tuhan,".
Chandra Dewi & Mardiana Tirtalaksana |
Kalau Anda sudah mengalami itu, Anda pasti tahu jodoh itu jorok, buktinya ya saya dan si Arab Hongkong itu lah ;p. (wie)
Hahahaaa... Puanjaaang kayak baca novel. Aku cengar-cengir sendiri bacanya :D
BalasHapusPELUANG LOAN !!!
BalasHapusApakah Anda mencari pemberi pinjaman swasta? Apakah Anda membutuhkan pinjaman segera? Apakah kamu memiliki kredit buruk? Apakah bank anda gagal? Saya dapat membantu Anda mengamankan pinjaman. Tidak ada jaminan yang dibutuhkan.
Saya adalah investor swasta yang mengkhususkan diri dalam menyediakan semua jenis dana investasi, termasuk reksa dana, pinjaman pribadi, pinjaman usaha, pinjaman real estat, pinjaman kombinasi, pinjaman konsolidasi, pinjaman komersial dan banyak lagi.
Bebas scam dan legit
Tidak ada permainan, bisnis saja
Jumlah Pinjaman: Minimal $ 1.000 sampai jumlah pinjaman maksimum $ 5.000.000,00
Suku bunga pinjaman: 2%
Area pinjaman: seluruh dunia
Durasi maksimal: sampai 20 tahun
Tidak ada penalti prabayar
Pendanaan segera setelah dokumentasi dan persetujuan yang tepat.
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami melalui pesan melalui email pribadi kami di theresaloancompany@gmail.com